Pembukaan rekening tabungan lazimnya jauh lebih sederhana dari proses pembukaan rekening giro. Nasabah hanya diminta untuk mengisi formulir pembukaan tabungan yang memuat data pribadi calon nasabah, kemudian nasabah diberikan sebuah passbook, untuk mencatat segala transaksi yang menyangkut rekeningnya. Lazimnya penyetoran pertama dilakukan cabang dimana si nasabah membuka rekening.
Sebagai contoh :
Pada tanggal 04 Agustus 1992, Tn. E hendak membuka tabungan di Bank Omega - Jakarta. Setoran pertamanya sebesar Rp. 1.500.000;- tunai. Bunga ditetapkan secara floating yang mana disesuaikan pada suku bunga yang berlaku dan dihitung atas dasar lamanya tabungan mengendap. Pada waktu penyetoran pertama suku bunga sebesar 20 % setahun. Atas dasar suku bunga ini akan diperhitungkan bunga tabungan untuk Tn. E, hingga suku bunga Bank Omega berubah. Pada saat penyetoran tersebut, oleh Bank Omega cabang Jakarta akan dibukukan dengan ayat jurnal sebagi berikut :
D : Kas ……………………………………………………... Rp. 1.500.000
K : tabungan - Rekening Tn. E …………………………… Rp. 1.500.000
Apabila pada tanggal 20 Agustus 1992, Tn. E kembali menyetor dengan
menyerahkan selembar cek Rp. 4.600.000 dari Tn. F, nasabah Bank Omega Jakarta, untuk keuntungan rekening tabungannya. Pada hari yang sama ia juga mendapat transfer masuk dari seorang rekannya di Surabaya melalui bank Omega - Surabaya sebesar Rp. 7.230.000;- untuk keuntungan rekening tabungannya. Oleh Bank Omega - Jakarta akan dicatat sebagai berikut :
D : Giro - Rekening Tn. F…………………………………… Rp. 4.600.000
D : RAK Cabang Surabaya…………………………………. Rp. 7.230.000
K : Tabungan - Rekening Tn. E……………………………. Rp. 11.830.000
Penyetoran antar Cabang
Seorang nasabah dapat saja melakukan penyetoran untuk keuntungan rekeningnya di cabang lain. Dalam transaksi seperti ini, akan tercipta adanya hubungan antar cabang antara cabang penerima setoran dan cabang penerbit rekening tabungan.
Untuk transaksi antar cabang ini, issue yang timbul adalah masalah keamanan transaksi yang erat kaitannya dengan sistem proses pembukuan atau akuntansi pada bank yang bersangkutan. Bagi bank yang pengoperasiannya dilakukan dengan media komputer dan dapat berhubungan langsung antara cabang on-line processing), issue keamanan transaksi tidak begitu besar dibanding dengan bank yang pengoperasiannya secara masih manual atau belum beroperasi secara on-line.
Bank memproses transaksi secara on-line dengan cabang-cabang lainnya, akan tercipta hubungan antara kantor yang diproses dengan sebuah komputer pusat (host komputer). Hubungan ini nantinya akan terlihat dalam neraca harian setiap cabang. Pemberian kode transaksi seperti ini akan dilakukan dengan komputer dan penomorannya harus unik.
Bank memproses transaksi secara off-line dengan cabang-cabang lainnya, perlu menciptakan sistem pengkodean transaksi. Karena transaksi penyetoran antar cabang tidak dapat langsung mengkredit rekening nasabah tabungan di cabang penerbit, bank harus menciptakan sistem internal control yang unik dan efektif.
Lazimnya, internal control tersebut dengan cara langsung mencetak transaksi penyetoran dengan penomoran kode khusus pada passbook nasabah. Atas dasar kode transaksi ini akan diuji kebenarannya oleh cabang lain dimana si nasabah hendak melakukan transaksi lainnya, khususnya penarikan.
Dengan demikian, apabila ada transaksi penyetoran dan penarikan antar cabang yang dilakukan dengan hari yang sama, maka alat kontrol yang dijadikan dasar pengesahan adalah pencatatan data transaksi dalam passbook. Proses transaksi hubungan antar cabang secara on-line dapat dilukiskan sebagai berikut :
Sebagai contoh, apabila Tn. E, melakukan penyetoran tunai tanggal 24 Agustus pada Bank Omega cabang Surabaya sebesar Rp. 1.000.000; - oleh Bank Omega cabang Jakarta, selaku cabang penerbit, akan dibukukan sebagai berikut :
D : Rekening Antar Kantor -Cabang Surabaya…………………Rp. 1.000.000
K : Tabungan - Rekening Tn. E……………………………. Rp. 1.000.000
Sumber : pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files.../93005-4-651793309310.doc
0 komentar:
Posting Komentar